3/13/2015

Jack The Ripper

Jack the Ripper adalah julukan paling terkenal yang diberikan kepada pembunuh berantai tak dikenal yang aktif di kawasan miskin di sekitar distrik Whitechapel, London, pada tahun 1888. Julukan ini berasal dari sebuah surat yang ditulis oleh seseorang yang mengaku sebagai pembunuh, yang kemudian disebarkan di media. Surat tersebut secara luas diyakini adalah tipuan, dan kemungkinan ditulis oleh seorang jurnalis yang berupaya untuk meningkatkan minat publik terhadap misteri tersebut. Julukan lainnya yang digunakan untuk sang pembunuh pada saat itu adalah "Pembunuh Whitechapel" dan si "Kulit Apron".

Pembunuhan yang dilakukan Ripper umumnya melibatkan wanita tunasusila yang berasal dari daerah kumuh dengan cara memotong tenggorokan kemudian memutilasi perut mereka. Hilangnya organ-organ dalam dari tiga korban Ripper memunculkan dugaan bahwa pelaku memiliki pengetahuan anatomi atau bedah. Desas-desus yang menyatakan bahwa pembunuhan ini saling berhubungan merebak pada bulan September dan Oktober 1888, dan beberapa surat yang dikirimkan oleh seseorang yang mengaku sebagai pembunuh diterima oleh media dan Scotland Yard. Surat "From Hell", yang diterima oleh George Lusk dari Whitechapel Vigilance Committee (Komite Kewaspadaan Whitechapel), juga berisikan separo ginjal manusia yang diawetkan, diduga ginjal tersebut merupakan milik salah seorang korban. Karena teknik pembunuhan yang luar biasa brutal, dan karena tingginya penafsiran media terhadap misteri ini, masyarakat semakin percaya bahwa pembunuhan ini merupakan pembunuhan berantai tunggal yang dilakukan oleh "Jack the Ripper".

Luasnya liputan surat kabar terhadap misteri ini menyebabkan Ripper meraih ketenaran internasional. Serangkaian penyelidikan mengenai pembunuhan lainnya yang dikenal sebagai Pembunuhan Whitechapel hingga tahun 1891 tidak mampu menghubungkan peristiwa pembunuhan ini dengan pembunuhan pada tahun 1888, namun legenda Jack the Ripper tetap dipercayai. Karena misteri pembunuhan ini tidak pernah terungkap, legenda tersebut semakin kuat, yang turut diiringi dengan penelitian sejarah asli, desas-desus, cerita rakyat, dan sejarah semu. Istilah "ripperologi" diciptakan untuk menggambarkan kajian dan analisis mengenai kasus Ripper. Hingga saat ini, terdapat lebih dari seratus teori mengenai identitas Ripper, dan misteri pembunuhan ini juga telah mengilhami lahirnya berbagai karya fiksi.

Latar belakang
Pada pertengahan abad ke-19, Inggris menerima gelombang imigran Irlandia yang memengaruhi jumlah populasi di kota-kota besar di Inggris, termasuk East End, London. Sejak 1882, pengungsi Yahudi dari Eropa Timur dan Ketsaran Rusia juga berdatangan ke kawasan yang sama. Hal ini menyebabkan paroki sipil Whitechapel di East End, London, menjadi semakin penuh sesak. Kondisi pekerjaan dan perumahan memburuk, dan perekonomian kelas bawah mulai berkembang di kawasan ini. Perampokan, kekerasan, dan ketergantungan alkohol sudah menjadi hal yang lumrah di Whitechapel, dan kemiskinan memicu banyak perempuan untuk bekerja di bidang prostitusi. Pada bulan Oktober 1888, Metropolitan Police Service (Layanan Kepolisian Metropolitan) London memperkirakan bahwa terdapat sekitar 1.200 wanita tunasusila dan 62 rumah bordil di Whitechapel. Permasalahan ekonomi ini juga disertai dengan peningkatan ketegangan sosial. Antara tahun 1886 dan 1889, berbagai aksi demonstrasi terjadi, seperti pada tanggal 13 November 1887, yang menyebabkan semakin meluasnya campur tangan polisi dan kerusuhan massa.Rasisme, kriminalitas, kerusuhan sosial, dan kemiskinan memunculkan persepsi publik bahwa Whitechapel merupakan sarang imoralitas utama di London. Pada tahun 1888, persepsi ini semakin diperkuat dengan terjadinya serangkaian pembunuhan keji dan mengerikan yang dikaitkan dengan "Jack the Ripper", mendapat liputan luas dari media yang belum pernah terjadi sebelumnya.


Pembunuhan
Lokasi dari tujuh Pembunuhan Whitechapel –Osborn Street (kanan tengah), George Yard (kiri tengah), Hanbury Street (atas), Buck's Row (paling kanan), Berner Street (kanan bawah), Mitre Square(kiri bawah), dan Dorset Street (kiri tengah)

Banyaknya serangan terhadap perempuan di East End yang terjadi selama era tersebut menambah ketidakpastian terhadap berapa banyak korban yang dibunuh oleh pelaku yang sama. Sebelas pembunuhan terpisah, yang dimulai pada tanggal 3 April 1888 hingga 13 Februari 1891, disertakan dalam investigasi Metropolitan Police Service London, dan dikenal secara kolektif sebagai "Pembunuhan Whitechapel". Terdapat berbagai opini mengenai pembunuhan ini; apakah saling berkaitan satu sama lainnya, namun lima dari sebelas korban pembunuhan Whitechapel, yang dikenal dengan "lima kanonis", diyakini merupakan hasil karya Ripper. Sebagian besar korban memiliki garis luka miring di tenggorokan, dimutilasi di perut dan daerah kelamin, pengambilan organ dalam, dan mutilasi wajah, kesemuanya ini dipercaya sebagai modus operandi khas Jack the Ripper. Dua kasus pertama dalam pembunuhan Whitechapel, dengan korban Emma Elizabeth Smith dan Martha Tabram, tidak termasuk dalam lima kanonis.

Smith dirampok dan dianiaya secara seksual di Osborn Street, Whitechapel, pada tanggal 3 April 1888. Sebuah benda tumpul dimasukkan ke dalam vaginanya, memecahkan peritoneumnya. Ia menderita peritonitis, dan meninggal dunia pada hari berikutnya di London Hospital. Sebelum meninggal, Smith bersaksi bahwa ia diserang oleh dua atau tiga pria, salah satunya adalah remaja. Pembunuhan ini lalu dikaitkan dengan pembunuhan setelahnya oleh media,namun sebagian besar penulis berpendapat bahwa peristiwa ini merupakan kekerasan geng dan tidak berhubungan dengan kasus Ripper.

Tabram dibunuh pada 7 Agustus 1888; ia menderita 39 luka tusukan. Kebiadaban pembunuhan, kurang jelasnya motif, kedekatannya dengan lokasi pembunuhan sebelumnya (George Yard, Whitechapel), serta upaya untuk memperkirakan pembunuhan Ripper berikutnya, membuat polisi menghubungkan kedua kasus ini. Namun, pembunuhan ini berbeda dari pembunuhan kanonis; Tabram tewas ditusuk, bukannya dimutilasi di bagian tenggorokan dan perut. Kebanyakan ahli saat ini tidak mengaitkan pembunuhan Tabram dengan pembunuhan setelahnya karena adanya perbedaan dalam pola luka.


Investigasi

Inspektur Frederick Abberline, 1888

Arsip-arsip kepolisian yang selamat mengenai pembunuhan Whitechapel memungkinkan diketahuinya prosedur rinci investigasi pembunuhan pada era Victoria. Sejumlah tim kepolisian diterjunkan dari rumah ke rumah untuk menyelidiki ke seluruh Whitechapel. Bahan-bahan forensik dikumpulkan dan diperiksa. Tersangka diidentifikasi, dilacak, diperiksa, atau dibebaskan jika tidak terbukti. Pekerjaan polisi sesuai dengan prosedur yang sama seperti saat ini. Lebih dari 2.000 orang diwawancarai, "hampir 300 orang" diinvestigasi, dan 80 di antaranya ditahan.

Investigasi awalnya dilakukan oleh Divisi [H] CID Kepolisian Metropolitan Whitechapel yang dikepalai oleh Inspektur Detektif Edmund Reid. Setelah pembunuhan Nichols, Inspektur Detektif Frederick Abberline, Henry Moore, dan Walter Andrews dikirim dari Kantor Pusat Scotland Yard untuk membantu. Setelah pembunuhan Eddowes, yang terjadi di City of London, Kepolisian City di bawah pimpinan Inspektur Detektif James McWilliam juga dilibatkan. Namun, secara keseluruhan penyelidikan ini terhambat karena kepala CID yang baru diangkat, Robert Anderson, sedang cuti dan ada di Swiss pada tanggal 7 Oktober hingga 6 Oktober, yang merupakan waktu terjadinya pembunuhan terhadap Chapman, Stride, dan Eddowes. Hal ini membuat Komisioner Kepolisian Metropolitan, Sir Charles Warren, menunjuk Kepala Inspektur Donald Swanson untuk mengoordinasikan penyelidikan dari Scotland Yard.
"Gertakan pria buta": kartun di Punch karya John Tenniel (22 September 1888), yang mengkritik ketidakmampuan polisi dalam mengungkap kasus Ripper. Kegagalan polisi untuk menangkap si pembunuh memperkuat sikap radikal bahwa polisi tidak kompeten dan tidak mampu.

Karena ketidakpuasan terhadap kinerja kepolisian, beberapa warga East End, London, yang tergabung dalam kelompok relawan, membentuk Whitechapel Vigilance Committee (Komite Kewaspadaan Whitechapel) untuk berpatroli di jalan-jalan guna menemukan sosok yang mencurigakan. Mereka juga meminta pemerintah untuk menaikkan hadiah bagi yang mengetahui informasi tentang si pembunuh, dan menyewa detektif swasta untuk menyelidiki saksi secara independen.

Tukang daging, tukang jagal, dokter, dan ahli bedah awalnya dicurigai sebagai tersangka karena adanya mutilasi pada para korban. Sebuah catatan dari Mayor Henry Smith, Komisaris Kepolisian City of London, menunjukkan bahwa alibi dari tukang daging dan tukang jagal setempat telah diselidiki, dan mereka tersingkir dari penyelidikan karena tidak terbukti.Laporan dari Inspektur Donald Swanson kepada Kantor Pusat Kepolisian mengonfirmasikan bahwa 76 tukang daging dan tukang jagal telah diselidiki, dan penyelidikan ini juga dilakukan terhadap semua karyawan mereka yang dipekerjakan selama enam bulan terakhir. Beberapa tokoh kontemporer, termasuk Ratu Victoria, berpendapat bahwa berdasarkan pola pembunuhan, pelakunya adalah seorang tukang daging atau penjual ternak yang bekerja di salah satu kapal ternak yang bepergian antara London dan daratan Eropa. Whitechapel juga dekat dengan Pelabuhan London, dan biasanya kapal-kapal ternak tersebut berlabuh pada hari Kamis atau Jumat dan berangkat pada hari Sabtu atau Minggu. Kapal-kapal ternak diperiksa, namun tanggal pembunuhan tidak bertepatan dengan pelayaran kapal tersebut, dan transfer awak antar kapal juga dikesampingkan.

Profil kriminal
Pada akhir Oktober, Robert Anderson meminta ahli bedah kepolisian, Thomas Bond, untuk memberikan pendapatnya mengenai sejauh mana keterampilan dan pengetahuan bedah si pembunuh. Bond berpendapat bahwa si "pembunuh Whitechapel" ini merupakan orang dengan profil tersangka. Pendapat Bond ini didasarkan pada pemeriksaannya terhadap korban mutilasi dan catatan otopsi dari empat pembunuhan kanonis sebelumnya, Ia menyatakan:

Kelima pembunuhan ini tidak diragukan lagi dilakukan oleh tangan yang sama. Dalam empat pembunuhan pertama, tenggorokan korban digorok dari kiri ke kanan. Dalam kasus terakhir, luka mutilasi yang begitu luas menjadi mustahil untuk menentukan arah potongannya, namun darah arteri ditemukan memercik di dinding tempat kepala si wanita seharusnya berbaring.
Keadaan di sekitar lokasi pembunuhan membuat saya berpendapat bahwa wanita-wanita ini dibaringkan saat dibunuh, dan dalam setiap kasus, tenggorokan korban adalah bagian yang pertama kali dipotong.”

Bond menentang gagasan yang menyatakan bahwa si pembunuh memiliki pengetahuan ilmiah atau anatomi, dan bahkan tidak memiliki "pengetahuan teknis seorang tukang daging atau tukang jagal". Menurut pendapatnya, si pembunuh pastilah memiliki kebiasaan tersendiri, yang tergerak untuk melakukan "pembunuhan berkala dan maniak erotis", dengan karakter mutilasi yang menunjukkan "satiriasis". Bond juga menyatakan bahwa "dorongan untuk membunuh mungkin berasal dari rasa dendam atau kondisi pikiran yang kacau, atau maniak agama yang memiliki penyakit bawaan, tapi saya pikir tak ada dari hipotesis ini yang mendekati".

Meskipun tidak ditemukan bukti mengenai adanya aktivitas seksual si pembunuh dengan salah seorang korban, psikolog menganggap bahwa pelaku melakukan penetrasi terhadap korban dengan menggunakan pisau dan "meninggalkan mereka dalam posisi seksual yang tidak bermartabat", yang mengindikasikan bahwa pelaku merasakan kenikmatan seksual atas aksinya. Pandangan ini ditentang oleh pakar lainnya yang menolak hipotesis ini dan menganggap bahwa pendapat ini tidak didukung bukti.

Tersangka
Spekulasi mengenai identitas Jack the Ripper di sampul majalah Puck pada 21 September 1889 oleh kartunis Tom Merry
Pembunuhan yang dilakukan pada akhir pekan atau hari libur dan lokasinya yang saling berdekatan menunjukkan bahwa Ripper memiliki pekerjaan dan menetap di daerah setempat. Pakar lainnya menduga bahwa sang pembunuh adalah seorang pria kelas atas yang berpendidikan, mungkin seorang dokter atau bangsawan, yang berkelana ke Whitechapel dari daerah yang lebih makmur.Beberapa teori mengenai motif si pembunuh telah menghasilkan persepsi budaya yang beragam, seperti ketakutan terhadap profesi medis, ketidakpercayaan terhadap ilmu pengetahuan modern, atau eksploitasi orang miskin oleh orang kaya. Tersangka yang dicurigai pada tahun-tahun setelah pembunuhan meliputi hampir setiap orang yang dikaitkan dengan kasus tersebut oleh dokumen-dokumen kontemporer, serta beberapa nama-nama terkenal, yang bahkan tidak pernah dipertimbangkan dalam penyelidikan kepolisian. Karena semua orang yang hidup pada saat peristiwa tersebut sekarang ini sudah meninggal, penulis modern bebas untuk menuduh siapapun sebagai tersangka, "tanpa perlu didukung oleh bukti-bukti sejarah". Tersangka yang disertakan dalam dokumen polisi kontemporer di antaranya adalah tiga orang yang disebutkan dalam memorandum tahun 1894 oleh Sir Melville Macnaghten, namun bukti terhadap mereka tidak cukup mendalam.

Meskipun terdapat begitu banyak teori yang beragam mengenai identitas dan profesi Jack the Ripper, pemerintah tetap tidak menyepakati solusi tunggal, dan jumlah tersangka mencapai lebih dari seratus.

Surat

Surat-surat Jack the Ripper:
  • Surat "Dear Boss"
  • Kartu pos "Saucy Jacky"
  • Surat "From Hell"
  • Surat Openshaw
Selama pembunuhan Ripper, pihak kepolisian, surat kabar, dan yang lainnya telah menerima ratusan surat mengenai kasus tersebut. Beberapa di antaranya bermaksud baik dengan memberi nasihat untuk menangkap si pembunuh, tetapi kebanyakannya hanya lelucon dan tidak berguna.

Ratusan surat diklaim telah ditulis oleh sang pembunuh sendiri; tiga di antaranya yang paling terkenal adalah surat "Dear Boss", Kartu pos "Saucy Jacky" dan surat "From Hell".

Surat "Dear Boss", bertanggal 25 September, diposkan pada 27 September 1888. Surat tersebut diterima oleh Central News Agency, dan diteruskan kepada Scotland Yard tanggal 29 September. Awalnya, surat tersebut hanya dianggap sebagai lelucon, namun, ketika Eddowes ditemukan terbunuh tiga hari kemudian, dengan salah satu telinga yang terpotong – seperti yang dituliskan dalam surat tersebut – , surat "Dear Boss" inipun mulai mendapat perhatian. Akan tetapi, polisi menganggap bahwa telinga Eddowes telah diambil oleh si pembunuh secara kebetulan selama penyerangan, sama sekali tidak berhubungan dengan isi surat, dan ancaman penulis surat untuk mengirimkan telinga korbannya kepada polisi tidak pernah dilakukan. Julukan "Jack the Ripper" pertama kali digunakan dalam surat ini (inisial tanda tangannya), dan memperoleh ketenaran di seluruh dunia setelah publikasi media. Kebanyakan surat-surat lainnya meniru gaya penulisan surat ini. Beberapa sumber mengklaim bahwa surat lainnya, yang bertanggal 17 September 1888, adalah surat pertama yang menggunakan nama "Jack the Ripper", namun sebagian besar pakar percaya bahwa ini adalah pernyataan palsu yang disertakan ke dalam catatan polisi pada abad ke-20.


Kartu pos "Saucy Jacky" diposkan pada tanggal 1 Oktober 1888 dan diterima pada hari yang sama oleh Central News Agency. Tulisan tangan dalam kartu pos tersebut mirip dengan surat "Dear Boss". Disebutkan bahwa dua korban telah terbunuh di lokasi yang sangat dekat satu sama lainnya: "pembunuhan ganda kali ini", yang diduga merujuk pada pembunuhan Stride dan Eddowes. Pada awalnya, dirumorkan bahwa kartu pos tersebut diposkan sebelum pembunuhan dipublikasikan, sehingga mustahil bagi si penulis untuk mengetahui peristiwa tersebut,namun faktanya, kartu pos tersebut diposkan lebih dari 24 jam pasca terjadinya pembunuhan, lama setelah rincian kejadian diketahui oleh jurnalis dan penduduk setempat.

Surat "From Hell" diterima oleh George Lusk, kepala Whitechapel Vigilance Committee, pada 16 Oktober 1888. Gaya penulisan dan tulisan tangannya tidak sama dengan surat "Dear Boss" dan kartu pos "Saucy Jacky". Surat ini dikirimkan dalam sebuah kotak kecil, yang juga berisikan separo ginjal yang diawetkan dalam "botol anggur" (ethanol). Hal ini segera dikaitkan dengan pembunuhan Eddowes, yang ginjal bagian kirinya telah dicuri oleh si pembunuh. Penulis surat tersebut menyatakan bahwa ia telah "menggoreng dan memakan" separo ginjal yang hilang. Ada perdebatan mengenai penemuan ginjal ini: beberapa pakar berpendapat bahwa ginjal tersebut adalah milik Eddowes, sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa itu tidak lebih dari sekedar lelucon yang mengerikan. Ginjal tersebut diperiksa oleh Dr Thomas Openshaw dari London Hospital, yang kemudian diketahui bahwa ginjal tersebut adalah ginjal bagian kiri manusia, namun tidak diketahui apakah ginjal tersebut milik pria atau wanita.Openshaw kemudian juga menerima sebuah surat yang ditandatangani oleh "Jack the Ripper".

Scotland Yard menerbitkan faksimile dari surat "Dear Boss" dan kartu pos "Saucy Jacky" pada tanggal 3 Oktober, dengan harapan bahwa seseorang akan mengenali tulisan tangan dalam surat-surat tersebut, namun harapan ini sia-sia. Dalam sebuah surat yang ditujukan untuk Sekretaris Negara Godfrey Lushington, Komisioner Polisi Charles Warren menyatakan: "Saya pikir semua [surat] itu tipuan, tapi tentu saja kita terpikat untuk mencoba & memastikan siapa penulisnya dalam hal apapun". Pada 7 Oktober 1888, George R. Sims menyatakan komentar pedasnya dalam surat kabar Minggu Referee, ia mengungkapkan bahwa surat-surat tersebut ditulis oleh seorang jurnalis "untuk menaikkan oplah surat kabar setinggi langit." Beberapa saat kemudian, dilaporkan bahwa petugas kepolisian telah mengidentifikasi jurnalis tertentu yang dicurigai sebagai penulis surat "Dear Boss" dan kartu pos "Saucy Jacky".Jurnalis tersebut kemudian diketahui bernama Tom Bullen; berdasarkan keterangan dalam surat yang ditulis oleh Kepala Inspektur John George Littlechild kepada George R. Sims pada tanggal 23 September 1913. Seorang jurnalis lainnya bernama Fred Best dilaporkan juga mengaku pada tahun 1931 bahwa ia lah yang telah menulis surat-surat tersebut untuk "menjaga agar bisnis tetap hidup".

Media
Halaman surat kabar yang menjuluki si pembunuh dengan "Kulit Apron", September 1888

Kasus Ripper ini menandai awal titik penting pemberitaan kasus kriminal oleh jurnalis. Meskipun bukan pembunuh berantai pertama, kasus Jack the Ripper menjadi kasus pembunuhan pertama yang menimbulkan hiruk-pikuk media di seluruh dunia. Reformasi pajak di Inggris pada 1850-an menyebabkan meningkatnya jumlah penerbit-penerbit surat kabar murah dengan oplah yang lebih banyak. Hal ini menyebabkan menjamurnya jumlah surat kabar dan majalah-majalah murah-populer pada era Victoria, misalnya Illustrated Police News. Akibatnya, Ripper menerima publisitas besar yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Setelah pembunuhan Nichols pada awal September, Manchester Guardian melaporkan bahwa: "Apapun informasi yang mungkin diketahui oleh polisi, yang mereka anggap perlu untuk tetap dirahasiakan ... Diyakini bahwa perhatian mereka terutama sekali diarahkan pada ... seorang karakter terkenal yang dikenal sebagai si 'Kulit Apron'". Para jurnalis frustasi atas keengganan CID untuk mengungkapkan rincian penyelidikan mereka kepada publik, sehingga mereka terpaksa menulis laporan-laporan yang kebenarannya diragukan.Deskripsi imajinatif si "Kulit Apron" ini mulai muncul di media; John Pizer, seorang Yahudi setempat yang membuat alas kaki dari kulit, yang dikenal dengan merek "Leather Apron", ditangkap oleh polisi, namun hasil investigasi melaporkan bahwa "saat ini tidak ada bukti apapun terhadap dia". Pizer dibebaskan tidak lama kemudian.

Setelah dipublikasikannya surat "Dear Boss", identitas "Jack the Ripper", nama yang digunakan oleh media dan publik untuk menyebut si pembunuh, menggantikan julukan "Kulit Apron". Nama "Jack" sendiri sudah digunakan untuk menggambarkan legenda penjahat London lainnya, yaitu "Jack si Tumit Pegas", yang dipercaya melompati tembok untuk menyerang korbannya dan melarikan diri secepat ia datang. Pemberian dan penggunaan julukan untuk pembunuh tertentu sudah menjadi tren, kebiasaan, dan standar media, misalnya Manusia Kampak dari New Orleans, penyebar gas gila dari Mattoon, Pencekik Boston, dan Penembak Beltway. Julukan-julukan lainnya yang diilhami oleh Jack the Ripper di antaranya Ripper Perancis, Ripper Düsseldorf, Ripper Camden, Ripper Blackout, Jack the Stripper, Ripper Yorkshire, dan Ripper Rostov. Pemberitaan media yang sensasional, dikombinasikan dengan fakta bahwa tidak ada seorangpun yang pernah dihukum karena pembunuhan ini, telah membingungkan analisis ilmiah dan menciptakan legenda yang mengilhami penggambaran atas pembunuh berantai lainnya di kemudian hari..
Artikel Menarik Lainnya

Peraturan Komentar
- No Perdebatan
- No SARA
- No SPAM
- No Active Link
- No OOT (silahkan bertanya bila sesuai dengan topik pada artikel)
- Jika berpendapat, berkata dan berkomentar dengan kurang sopan maka secara otomatis akan dihapus

*Artikel diatas diambil dari berbagai sumber dan sengaja tidak mencantumkan sumber karena banyak artikel serupa dari berbagai sumber tersebut, selain itu mohon maaf tidak bisa mencantumkan juga penyedia link download dari film maupun sub credit jadi harap maklum*